watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

KENIKMATAN ANAK PELANGGAN

Suatu hari aku mendapat perintah dari boss untuk
mendatangi rumah Ibu Yuli, menurutnya antena
parabola Ibu Yuli rusak tidak keluar gambar gara-
gara ada hujan besar tadi malam. Dengan
mengendarai sepeda motor Yamaha, segera aku
meluncur ke alamat tersebut. Sampai di rumah
Ibu Yuli, aku disambut oleh anaknya yang masih
SMP kelas 2, namanya Anita. Karena aku sudah
beberapa kali ke rumahnya maka tentu saja Anita
segera menyuruhku masuk. Saat itu suasana di
rumah Ibu Yuli sepi sekali, hanya ada Anita yang
masih mengenakan seragam sekolah,
kelihatannya dia juga baru pulang dari sekolah.
“Jam berapa sich Ibumu pulang, Nit..?”
“Biasanya sih yah, sore antara jam 5-an,”
jawabnya.
“Iya, tadi Oom disuruh ke sini buat betulin
parabola. Apa masih nggak keluar gambar..?”
“Betul, Oom… sampai-sampai Nita nggak bisa
nonton Diantara Dua Pilihan, rugi deh..”
“Coba yah Oom betulin dulu parabolanya…” Lalu
segera aku naik ke atas genteng dan singkat kata
hanya butuh 20 menit saja untuk membetulkan
posisi parabola yang tergeser karena tertiup
angin.
Nah, awal pengalaman ini berawal ketika aku akan
turun dari genteng, kemudian minta tolong pada
Anita untuk memegangi tangganya. Saat itu Anita
sudah mengganti baju seragam sekolahnya
dengan kaos longgar ala Bali. Kedua tangan Anita
terangkat ke atas memegangi tangga, akibatnya
kedua lengan kaosnya melorot ke bawah, dan
ujung krahnya yang kedodoran menganga lebar.
Pembaca pasti ingin ikut melihat karena dari atas
pemandangannya sangat transparan. Ketiak Nita
yang ditumbuhi bulu-bulu tipis sangat sensual
sekali, lalu dari ujung krahnya terlihat gumpalan
payudaranya yang kencang dan putih mulus.
Batang kemaluanku seketika berdenyut-denyut
dan mulai mengeras. Sebuah pemandangan
yang merangsang. Anita tidak memakai BH,
mungkin gerah, payudaranya berukuran sedang
tapi jelas kelihatan kencang, namanya juga
payudara remaja yang belum terkena polusi.
Dengan menahan nafsu, aku pelan-pelan
menuruni tangga sambil sesekali mataku melirik
ke bawah. Anita tampak tidak menyadari kalau
aku sedang menikmati keindahan payudaranya.
Tapi yah.. sebaiknya begitu. Gimana jadinya kalau
dia tahu lalu tiba-tiba tangganya dilepas, dijamin
minimal pasti patah tulang. Yang pasti setelah
selamat sampai ke bumi, pikiranku jadi kurang
konsentrasi pada tugas.
Aku baru menyadari kalau sekarang di rumah ini
hanya ada kami berdua, aku dan seorang gadis
remaja yang cantik. Anita memang cantik, dan
tampak sudah dewasa dengan mengenakan baju
santai ketimbang seragam sekolah yang kaku.
Seperti biasanya, mataku menaksir wanita habis
wajah lalu turun ke betis lalu naik lagi ke dada.
Kelihatannya pantas diberi nilai 99,9. Sengaja
kurang 0,1 karena perangkat dalamnya kan belum
ketahuan.
“Oom kok memandang saya begitu sih.. saya
jadi malu dong..” katanya setengah manja sambil
mengibaskan majalah ke mataku.
“Wahh… sorry deh Nit… habis selama ini Oom
baru menyadari kecantikanmu,” sahutku
sekenanya, sambil tanganku menepuk pipinya.
Wajah Anita langsung memerah, barangkali
tersinggung, emang dulu-dulunya nggak cakep.
“Idihh… Oom kok jadi genit deh..” Duilah
senyumnya bikin hati gemas, terlebih merasa
dapat angin harapan.
Setelah itu aku mencoba menyalakan TV dan
langsung muncul RCTI Oke. Beres deh, tinggal
merapikan kabel-kabel yang berantakan di
belakang TV.
“Coba Nit.. bantuin Oom pegangin kabel merah
ini…”
Dan karena posisi TV agak rendah maka Anita
terpaksa jongkok di depanku sambil memegang
kabel RCA warna merah. Kaos terusan Anita yang
pendek tidak cukup untuk menutup seluruh
kakinya, akibatnya sudah bisa diduga. Pahanya
yang mulus dan putih bersih berkilauan di
depanku, bahkan sempat terlihat warna celana
dalam Anita. Seketika jantungku seperti berhenti
berdetak lalu berdetak dengan cepatnya. Dan
bertambah cepat lagi kala tangan Anita diam saja
saat kupegang untuk mengambil kabel merah
RCA kembali. Punggung tangannya kubelai, diam
saja sambil menundukkan wajah. Aku pun
segera memperbaiki posisi. Kala tangannnya
kuremas Anita telah mengeluarkan keringat
dingin. Lalu pelan-pelan kudongakkan wajahnya
serta kubelai sayang rambutnya.
“Anita, kamu cantik sekali.. Boleh Oom
menciummu?” kataku kubuat sesendu mungkin.
Anita hanya diam tapi perlahan matanya
terpejam. Bagiku itu adalah jawaban. Perlahan
kukecup keningnya lalu kedua pipinya. Dan
setengah ragu aku menempelkan bibirku ke
bibirnya yang membisu. Tanpa kuduga dia
membuka sedikit bibirnya. Itu pun juga sebuah
jawaban. Selanjutnya terserah anda.
Segera kulumat bibirnya yang empuk dan terasa
lembut sekali. Lidahku mulai menggeliat ikut
meramaikan suasana. Tak kuduga pula Anita
menyambut dengan hangat kehadiran lidahku,
Anita mempertemukan lidahnya dengan milikku.
Kujilati seluruh rongga mulutnya sepuas-
puasnya, lidahnya kusedot, Anita pun mengikuti
caraku.
Pelan-pelan tubuh Anita kurebahkan ke lantai.
Mata Anita menatapku sayu. Kubalas dengan
kecupan lembut di keningnya lagi. Lalu kembali
kulumat bibirnya yang sedikit terbuka. Tanganku
yang sejak tadi membelai rambutnya, rasanya
kurang pas, kini saat yang tepat untuk mulai
mencari titik-titik rawan. Kusingkap perlahan
ujung kaosnya mirip ular mengincar mangsa.
Karena Anita memakai kaos terusan, pahanya
yang mulus mulai terbuka sedikit demi sedikit.
Sengaja aku bergaya softly, karena sadar yang
kuhadapi adalah gadis baru berusia sekitar 14
tahun. Harus penuh kasih sayang dan
kelembutan, sabar menunggu hingga sang
mangsa mabuk. Dan kelihatannya Anita bisa
memahami sikapku, kala aku kesulitan
menyingkap kaosnya yang tertindih pantat, Anita
sedikit mengangkat pinggulnya. Wah, sungguh
seorang wanita yang penuh pengertian.
“Ahhh.. Ahhh..” hanya suara erangan yang
muncul dari bibirnya kegelian ketika mulutku
mulai mencium batang lehernya. Sementara
tanganku sedikit menyentuh ujung celana
dalamnya lalu bergeser sedikit lagi ke tengah.
Terasa sudah lembab celana dalam Anita.
Tanganku menemukan gundukan lunak yang
erotis dengan belahan tepat ditengah-tengahnya.
Aku tak kuasa menahan gejolak hati lagi, kuremas
gemas gundukan itu. Anita memejamkan
matanya rapat-rapat dan menggigit sendiri bibir
bawahnya.
Hawa yang panas menambah panas tubuhku
yang sudah panas. Segera kulucuti bajuku, juga
celana panjangku hingga tinggal tersisa celana
dalam saja. Tanpa ragu lagi kupelorotkan celana
dalam Anita. Duilah.. Baru kali ini aku melihat bukit
kemaluan seindah milik Anita. Luar biasa.. padahal
belum ada sehelai bulu pun yang tumbuh.
Bukitnya yang besar putih sekali. Dan ketika
kutekuk lutut Anita lalu kubuka kakinya, tampak
bibir kemaluannya masih bersih dan sedikit
kecoklatan warnanya. Anita tidak tahu lagi akan
keadaan dirinya, belaianku berhasil
memabukkannya. Ia hanya bisa medesah-desah
kegelian sambil meremasi kaosnya yang sudah
tersingkap setinggi perut. Begitulah wanita. Gam-
gam-sus (gampang gampang susah) apa sus-
sus-gam (susah susah gampang).
Tidak sabar lagi aku membiarkan sebuah
keindahan terbuka sia-sia begitu saja. Aku segera
mengarahkan wajahku di sela-sela paha Anita dan
menenggelamkannya di pangkal pertemuan
kedua kakinya. Mulutku kubuka lebar-lebar untuk
bisa melahap seluruh bukit kemaluan Anita. Bau
semerbak tidak kuhiraukan, kuanggap semua
kemaluan wanita yah begini baunya. Lidahku
menjuluri seluruh permukaan bibir kemaluannya.
Setiap lendir kujilati lalu kutelan habis dan kujilati
terus. Kujilati sepuas-puasnya seisi selangkangan
Anita sampai bersih. Lidahku bergerak lincah dan
keras di tengah-tengah bibir kemaluannya. Dan
ketika lidahku mengayun dari bawah ke atas
hingga tepat jatuh di klitorisnya, Kujepit klitorisnya
dengan gemas dan lidahku menjilatinya tanpa
kompromi. Anita tak sanggup lagi untuk berdiam
diri. Badannnya memberontak ke atas-bawah dan
bergeser-geser ke kiri-kanan. Segala ujung
syarafnya telah terkontaminasi oleh kenikmatan
yang amat sangat dashyat. Sebuah kenikmatan
yang bersumber dari lidahku mengorek
klitorisnya tapi menyebar ke seantero tubuhnya.
Anita sudah tidak mengenal lagi siapa dirinya,
boro-boro mikir, untuk bernafas saja tidak bisa
dikontrol. Aku jadi semakin ganas dan melupakan
softly itu siapa.
Batang kejantananku sudah amat sangat besar
bergemuruh seluruh isinya. Demi melihat Anita
tersenggal-senggal, segera kutanggalkan modal
terakhirku, celana dalam. Tanpa ba. bi. bu. be. bo
segera kuarahkan ujung kemaluanku ke pangkal
selangkangan Anita. Sekilas aku melihat Anita
mendelik kuatir melihat perubahan perangaiku.
Batang kemaluanku memang kelewatan besarnya
belum lagi panjangnya yang hampir menyentuh
pusar bila berdiri tegak. Anita kelihatannya ngeri
dan mulai sadar ingatannya, kakinya agak tegang
dan berusaha merapatkan kedua kakinya.
“Ampun Oom.. jangan Ooommm.. ampun
Oommm.jangannn…” Tangan Anita mencoba
menghalau kedatangan senjataku yang siap
mengarah ke pangkal pahanya.
Merasa mendapat perlawanan, sejenak aku jadi
agak bingung, tapi untunglah aku memiliki
pengalaman yang cukup untuk menghadapinya.
Segera aku meminta maaf sambil tanganku
kembali membelai rambutnya yang terurai agak
acak-acakan.
“Nita takut Oom. Nanti kalau Mama tahu pasti Nita
dimarahin. Dan lagi Nita nggak pernah kayak
ginian. Nita juga jadi malu..” Katanya setengah
mau menangis dan membetulkan kaosnya untuk
menutupi tubuhnya.
“Jangan kuatir Nit. Oom tidak bermaksud jahat
terhadap kamu. Oom sayang sekali sama Nita.
Dan lagi Nita jangan takut sama Oom. Semua
orang cepat atau lambat pasti akan merasakan
kenikmatan hubungan ‘beginian’. Jangan takut
‘beginian’ karena ‘beginian’ itu enak sekali.”
“Iya, tapi Nita nggak tahu harus bagaimana dan
kenapa tahu-tahu Nita jadi begini..?” Air mata
Anita mulai mengalir dari pojok matanya. Melihat
itu aku segera memeluknya agar bisa
menenangkannya.
Agak lama aku memberi ceramah dan teori edan
secara panjang lebar, sampai akhirnya Anita bisa
memahami seluruhnya. Dan sesekali senyumnya
mulai muncul lagi.
“Coba sekarang Nita belajar pegang ‘anunya’
Oom, bagus khan,” aku meraih tangannya lalu
membimbingnya ke batang kejantananku.
Tangannya kaku sekali tapi setelah perlahan-lahan
kuelus-eluskan pada batang kejantananku, otot
tangannya mulai mengendor. Lalu tangannya
mulai menggenggam batang kejantananku.
Pelan-pelan tangannya kutuntun maju-mundur.
Kelembutan tangannya membuat batang
kejantananku mulai bergerak membesar, sampai
akhirnya tangan Anita tidak cukup lagi
menggenggamnya. Dan Anita kelihatan
menikmatinya, tanpa kuajari lagi tangannya
bergerak sendiri.
“Ahhh.. enak sekali Nit.. aaahhh.. kamu memang
anak yang pintar.. ahhhh..” mulutku tak sanggup
menahan kenikmatan yang mulai menjalari
seluruh syarafku. Sementara itu tangan kiriku
mulai meremas payudaranya yang masih
tertutup kaos Bali yang tipis. Belum pernah aku
meremas payudara sekeras milik Anita. Tangan
kananku yang satu meraih kepalanya lalu dengan
cepat kulumat bibirnya. Lidahku menjulur keluar
menelusuri setiap sela rongga mulutnya. Hingga
akhirnya lidah Anita pun mengikuti yang
kulakukan. Dari matanya yang terpejam aku bisa
merasakan kenikmatan tengah membakar
tubuhnya.
Segera aku meminta Anita untuk melepas
kaosnya agar lebih leluasa. Dan tanpa ragu-ragu
Anita segera berdiri lalu menarik kaosnya ke atas
hingga melampaui kepalanya. Batang
kejantananku semakin berdenyut-denyut
menyaksikan tubuh mungil Anita tanpa
mengenakan selembar benang. Tubuhnya yang
sintal dan putih bersih membakar semangatku.
Betul-betul sempurna. Kedua payudaranya
menggelembung indah dengan puting yang
mengarah ke atas mengingatkanku pada
payudara Holly Hart (itu lho salah satu koleksi
Playboy).
“Nit, tubuhmu luar biasa sekali.. Hebat!” Pujianku
membuat wajahnya memerah barangkali
menahan malu.
“Oomm, boleh nggak Anita mencium ‘itu’nya
Oom?” Anita tersipu-sipu menunjuk ke
selangkanganku. Rasanya tidak etis kalau aku
menolaknya. Lalu sambil duduk di sofa aku
menelentangkan kedua kakiku.
“Tentu saja boleh kalau Anita menyukainya..”
Kubikin semanis mungkin senyumku. Anita pun
mengambil posisi dengan berjongkok lalu
kepalanya mendekati selangkanganku. Mulanya
hanya mencium dan mengecup seputar kepala
batang kejantananku. Pelan-pelan lidahnya mulai
ikut berperan aktif menjilat-jilatinya. Anita
kelihatan keenakan mendapat mainan baru.
Dengan rakus lidahnya menyusuri sekeliling
batang kejantananku. Sensasi yang luar biasa
membuatku gemas meremasi kedua
payudaranya.
“Aaduuhhh… enak sekali Nit.. Teruss.. Nitt, coba
ke sebelah sini,” kataku sambil menunjuk ke buah
pelirku. Anita segera paham lalu mejulurkan
lidahnya ke pelirku. Anita menggerakkan lidahnya
ke kanan-kiri atas-bawah.
“Oomm, ke kamar Nita aja yuk biar nggak
gerah..” Sahutnya mengajak ke kamarnya yang
ber-AC.
“Terserah Nita aja dehh..” balasku.
Begitu Anita merebahkan tubuhnya ke spring
bed, aku tidak mau menunggu terlalu lama untuk
merasakan tubuh indahnya. Segera kutindih dan
kucumbui. Sekujur tubuhnya tak ada yang kusia-
siakan. Terutama di payudaranya yang aduhai.
Tanganku seakan tak pernah lepas dari liang
kewanitaannya. Setiap tanganku menggosok
klitorisnya, tubuh Anita menggerinjal entah
mengapa. Sementara itu batang kejantananku
seperti akan meledak menahan tekanan yang
demikian besarnya.
Akhirnya kutuntun batang kejantananku ke arah
liang kewanitaan Anita. Liang kewanitaan Anita
yang telah kebanjiran sangat berguna sekali, bibir
kemaluannya yang kencang memudahkan
batang kejantananku menyelinap ke dalam.
Sedikit-sedikit kudorong maju. Dan setiap
dorongan membuat Anita meremas kain sprei.
Kalau Anita merasa seperti kesakitan aku mundur
sedikit, lalu maju lagi, mundur sedikit, maju lagi,
mundur, maju, mundur, maju, “blesss…” Tak
kusangka liang kewanitaan Anita mampu
menerima batang kejantananku yang keterlaluan
besarnya. Begitu amblas seluruh batang
kejantananku, Anita menjerit kesakitan. Aku
kurang menghiraukan jeritannya. Kenikmatan
yang tak ada duanya telah merasuki tubuhku.
Tapi aku tetap menjaga irama permainanku
maju-mundur dengan perlahan. Menikmati setiap
gesekan demi gesekan. Liang senggama Anita
sempit sekali hingga setiap berdenyut
membuatku melayang. Denyutan demi denyutan
membuatku semakin tak mampu lagi menahan
luapan gelora persetubuhan. Terasa beberapa kali
Anita mengejankan liang kewanitaannya yang
bagiku malah memabukkan karena liang
kewanitaannya jadi semakin keras menjepit
batang kejantananku. Erangan, rintihan, dan
jeritan Anita terus menggema memenuhi
ruangan. Rupanya Anita pun menikmati setiap
gerakan batang kejantananku. Rintihannya
mengeras setiap batang kejantananku melaju
cepat ke dasar liang senggamanya. Dan
mengerang lirih ketika kutarik batang
kejantananku. Hingga akhirnya aku sudah tidak
bisa bertahan lebih lama lagi.
Ketika batang kejantananku melaju dengan
kecepatan tinggi, meledaklah muatan di
dalamnya. batang kejantananku menghujam
keras, dan kandas di dasar jurang. Anita pun
melengking panjang sambil mendekap kencang
tubuhku, lalu tubuhnya bergetar hebat. Sebuah
kenikmatan tanpa cela, sempurna
Keesokkan harinya aku mendapat telepon dari Ibu
Yuli. Perasaanku mendadak tegang dan kacau,
kuatir beliau mengetahui skandalku dengan
anaknya. Mulanya aku tidak berani menerimanya,
tapi daripada Ibu Yuli nanti ngomongin semua
perbuatanku pada teman sekerjaku, terpaksa
kuterima teleponnya dengan nada gemetar.
“Hallooo.. apa kabar Bu Yuli.”
“Oh baik, terima kasih lho, parabola Ibu sekarang
sudah bagus, dan sekalian Ibu mau nanyakan
ongkos servisnya berapa.. ”
“Ah. nggak usah deh, Bu.. Cuman rusak sedikit
kok, hanya karena kena angin jadi arahnya
berubah.”“Jangan begitu, nanti Ibu nggak mau nyervis ke
tempatmu lagi lho.”
“Wah.. tapi saya cuman sebentar saja kerjanya.”
“Iya, bagaimanapun khan kamu sudah keluar
keringat, jadi ibu mesti bayar. Nanti siang yach,
kamu ke rumah ibu. Ibu tunggu lho.”
“Iya dech kalau Ibu maunya begitu, tapi
sebelumnya terima kasih, Bu.”
Begitulah akhirnya aku nongol lagi di rumah Ibu
Yuli. Lagi-lagi Nita yang menerimaku.
“Wah, terlambat Oom. Ibu dari tadi nungguin
Oom datang. Barusan saja Ibu pergi arisan ke
kantornya. Tapi masuk saja Oom, soalnya ada
titipan dari ibu.”
Sampai di dalam, kelihatannya Nita tengah belajar
bersama dengan teman-temannya. Ada 3 orang
cewek sebayanya lagi asyik membahas soal
Fisika. Dan kedatanganku sedikit memecah
konsentrasi mereka. Kuamati sekilas teman Nita
kok cakep-cakep yach. Aku membalas sapaan
mereka yang ramah.
“Kenalin ini Oom gue yang baru datang dari Jawa
Tengah.”
Kaget juga aku dikerjain Nita. Satu persatu
kusalami mereka, Lusi, Ita, dan Indra. Senyum
mereka ceria sekali. Di usia mereka memang
belum mengenal kepahitan hidup. Semuanya
serba mudah, mau ini tinggal bilang ke mama,
mau itu tinggal bilang ke papa. Dasar anak keju.
Ketiganya memang jelas kelihatan anak orang
kaya. Penampilan, gaya, dan kulit mulus mereka
yang membedakan dari orang miskin. Lusi punya
lesung pipit seperti aktris Italy. Ita wajahnya
mengingatkanku pada seorang aktris sinetron
yang lemah lembut, tapi yang ini agak genit.
Indra yang berbadan paling besar mirip seorang
aktris Mandarin. Persis aktris-aktris lagi makan
rujak bareng. Habis aku paling bingung kalau
mendeskripsikan wanita cantik, rasanya nggak
cukup selembar folio.
Aku menurut saja ketika tanganku di seret ke
dalam oleh Nita sambil berpamitan pada
temannya mau mengantar Oomnya ke kamar.
Dan setelah mengunci pintu kamar, kekagetanku
tambah satu lagi. Tubuhku langsung direbahkan
ke kasur, lalu menindihku sambil mulutnya
menciumiku.
“Oom, Nita mau lagi.” rengeknya manja. Ya,
ampun sungguh mati aku nggak bisa
menolaknya. Aku pun segera membalas
ciumannya. Nafsu birahiku menanjak tajam. Anita
yang masih mengenakan seragam SMP-nya
terguling ke samping hingga giliranku yang di
atas. Kancing bajunya satu demi satu kulepas.
Buah dadanya yang terbungkus BH kuremas
dengan gemas. Dari leher hingga perutnya
kutelusuri agak brutal. Dan Nita yang meronta-
ronta tak kuberi ampun sedikitpun. Kakinya
mengangkang lebar kala tanganku mulai
merambat ke atas pahanya dan berhenti tepat di
tengah selangkangan. Gundukan kemaluan yang
empuk membuat tanganku gemetar kala
meremasnya. Dan jari tengahku mencongkel
sebuah liang yang menganga di tengahnya.
Celana dalam Nita mulai lembab kelihatannya tak
tahan menghadapi serangan yang bertubi-tubi.
Akupun sangat merindukan Nita, hingga rasanya
tak sabar lagi untuk segera menancapkan batang
kemaluanku. Segera kupeloroti celana dalamnya
setelah roknya kusingkap ke atas. Kerinduan akan
baunya yang khas membuat kepalaku tertarik ke
arah kemaluan Nita, lalu kubenamkan di sela
pahanya. Mulutku memperoleh kenikmatan yang
tiada tara kala mengunyah dan memainkan
bibirku pada bibir kemaluannya. Nita pun semakin
menggila gerakannya apalagi bila lidahku
mengorek-ngorek isi kemaluannya. Nikmat sekali
rasanya. Klitorisnya yang menyembul kecil jadi
sasaran bila Nita menghentak badannya ke atas.
Sepertinya Nita sudah ‘out of control’ karena
tangannya dengan kacau meremas segala yang
dapat diraih. Demikian juga halnya denganku,
entah berapa cc cairan memabukkan yang telah
kureguk.
Batang kemaluanku yang sudah ‘maximal’
kuarahkan ke liang senggama Nita. Sekilas kulihat
Nita menggigit bibirnya sendiri menanti
kedatangan punyaku. Akupun tak ingin menyia-
nyiakan kesempatan yang sangat langka ini.
Benar-benar kunikmati tiap tahapan batangku
melesak ke dalam liang kemaluannya. Sedikit
demi sedikit batang kemaluanku kutekan ke
bawah. Indah sekali menyaksikan perubahan
wajah Nita kala makin dalam kemaluanku
menelusuri liang kemaluannnya. Akhirnya,
“Blesss..”
Habis sudah seluruh batang kemaluanku
terbenam ke liang kenikmatannya. Selanjutnya
dengan lancar kutarik dan kubenamkan lagi.
Makin lama makin asyik saja. Memang luar biasa
kemaluan Nita, begitu lembut dan
mencengkeram. Ingin rasanya berlama-lama
dalam liang kemaluannya. Semakin lama semakin
dahsyat aku menghujamkan batangku sampai
Nita menjerit tak kuasa menahan kenikmatan
yang menjajahnya. Hingga akhirnya Nita
berkelojotan sambil meremas ganas rambutku.
Wajahnya tersapu warna merah seakan segenap
pembuluh darahnya menegang kencang, hingga
mulutnya meneriakkan jeritan yang panjang.
Kiranya Nita tengah mengalami puncak orgasme
yang merasuki segenap ujung syarafnya.
Menyaksikan pemandangan seperti ini
membuatku makin cepat mengayunkan batang
kemaluanku. Dan rasanya aku tak bisa menahan
lebih lama lagi, lebih lama lagi.., lebih lama lagi.
Secepatnya kucabut batang kemaluanku dan
segera kuarahkan ke mulut Nita. Nita agak gugup
menerima batang kemaluanku. Tapi nalurinya
bekerja dengan baik, mulutnya segera menganga
dan langsung mengulum batang kemaluanku.
Dan kala aku meledakkan lahar, lidahnya menjilati
sekujur batang kemaluanku. Tubuhku rasanya
langsung luruh, tenagaku terkuras habis-habisan.
Beberapa kali batang kemaluanku mengejut dan
mengeluarkan lahar. Oh, my God..
Keasyikanku berdua dengan Nita membuat kami
tidak merasakan jam yang terus berjalan. Tidak
terasa hampir 3 jam kami meninggalkan teman-
teman Nita di luar. Sekilas terdengar suara kasak-
kusuk, seperti ada orang lagi mengintip perbuatan
kami. Tapi saking asyiknya menikmati tubuh Nita,
aku jadi tak mempedulikannya. Kulirik Nita masih
tergolek tanpa penutup apa-apa dengan tubuh
terlentang kelelahan. Wajahnya yang terlihat
polos sangat indah dengan paduan tubuh kecil
yang mulus. Kakinya masih membuka lebar,
seperti sengaja memamerkan keindahan lekukan
di selangkangannya. Gundukan kemaluannya
memang belum berbulu sehingga jelas kelihatan
bibir kemaluannya yang merah muda.
“Nit, teman-temanmu kelihatannya lagi pada
ngintip lho.” kataku berbisik di telinganya.
“Hehhh..?” jawabnya sambil segera menutupi
tubuhnya dengan selimut.
“Teman-temanmu…” sekali lagi aku
meyakinkannya sambil menunjuk ke pintu.
“Wwaduhh, gimana nich.. Oom.”
“Tenang aja, cepat pakai baju lagi dan seakan-
akan nggak ada apa-apa, okey?”
“Tapi Nita jadi malu sama mereka dong,” katanya
manja dan wajahnya berubah merah sekali.
“Sudah dech jangan dipikirin, anggap aja kita
nggak tahu kalau mereka pada ngintip.”
Akhirnya kami keluar kamar juga, dan teman-
teman Nita kelihatan sekali pura-pura sibuk
mengerjakan soal-soal. Terlebih wajah mereka
bertiga tersapu rona merah, dan tampak
menahan senyum. Wah agak grogi juga aku
untuk menyapa mereka. Sekali lagi aku tertolong
oleh usiaku yang jauh di atas mereka. Kata orang
langkah awal memang sulit untuk dilakukan.
“Hallo, belum selesai nich soal-soalnya?” kata awal
yang akhirnya meluncur juga.
“Iya Oomm..” seperti koor mereka menjawab
serentak. Dan makin memperlihatkan kegugupan
mereka.
Boleh juga nich. Dan ide-ide cemerlang pun
segera bermunculan, barangkali tidak terpikirkan
oleh seorang Einstein.
“Sebaiknya istirahat dulu biar fresh pikiran kita,
jadi nanti kita akan dengan mudah mengerjakan
soal-soal rumit kayak gitu,” Saranku menirukan
seorang psikiater. Sebab menurut hematku
mereka pasti juga turut terangsang mengintip
perbuatan kami. Dengan kata lain mereka
menyetujui perbuatan itu, kalau nggak setuju
yach jelas nggak mau ngintip. Jadi kesimpulannya
kalau mereka mau mengintip berarti juga mau
untuk berbuat seperti itu.
“Begini, Oom tahu kalau kalian tadi ngintip Oom
di kamar. Tapi kalian tidak perlu kuatir sama
Oom. Oom nggak marah kok. Malah senang bisa
memberi kalian pelajaran baru. Tapi Oom juga
kepingin lihat kalian telanjang juga dong, biar adil
namanya. Iya, nggak.?”
Seketika wajah mereka bertambah merah padam,
antara malu dan takut.
“Maaf Oom, tadi kami tidak sengaja mengintip.”
kata Indra ketakutan sambil merapatkan pahanya.
“Baiklah kalau begitu Oom tidak mau memaksa
kalian, Oom juga sayang sama kalian. Kalian
semua cantik-cantik. Sekarang daripada kalian
ngintip, Oom nggak keberatan untuk nunjukin
burung oom. Lihat yach dan kalian semua harus
memegangnya. Yang nggak mau megang nanti
Oom telanjangin!” Suaraku bertambah nada
ancaman. Dan aku pun segera membuka
reitsleting celana sekaligus memelorotkannya
berikut celana dalam, hingga burungku yang
ngaceng melihat kepolosan mereka langsung
nyelonong keluar. Serempak Indra, Lusi, dan Ita
menutup wajah mereka. Aku acuh saja
mendekati mereka satu persatu dan menarik
tangannya untuk memegang burungku. Mulanya
tangan mereka kaku sekali tapi jadi mengendur
kala menempel burungku.
Nita yang sedari tadi hanya menonton langsung
memprotes kelakuanku.
“Sudahlah Oom jangan begitu, lebih baik kita
semua telanjang bersama saja, itu memang yang
paling adil. Lagian kita juga sudah biasa mandi
bersama kok, iya khan teman-teman.”
Indra, Lusi, dan Ita diam saja tampak malu-malu
mempertimbangkan tawaran Nita.
“Baiklah karena diam berarti kalian setuju. Ayo
dong Lus, biasanya kamu yang paling suka
membukakan bajuku.” Kata Nita sambil
menghampiri lalu merangkul Lusi.
“Iya dech saya setuju, tapi asal yang lain juga
setuju lho.” Lusi mengumpan lampu kuning.
“Oke, Saya juga setuju agar konsekuen dengan
perbuatan kita.” Ita menimpalinya.
“Demi kalian aku juga boleh-boleh saja.” Akhirnya
Indra juga memberi keputusan yang melegakan
hatiku.
“Nach begitu baru kompak namanya. Yuk kita
bareng-bareng ke kamar aja..” Sahut Nita.
Jantungku bergerak kencang sekali, membuat
langkahku limbung. Di depanku berjalan 4 cewek
imut-imut alias ABG, Nita dan ketiga temannya,
Indra, Lusi, dan Ita, menuju kamar Nita. Mulanya
bingung harus bagaimana, tapi situasi yang
memaksaku berbuat spontan saja. Mereka semua
kusuruh duduk berjejer di tepi ranjang.
“Begini, kalian semua nggak perlu takut sama
Oom. Oom nggak mungkin menyakiti kalian, kita
sekarang akan bermain dalam dunia yang baru,
yang belum pernah kalian rasakan. Kalian tak
perlu malu, kalian tinggal menuruti apa saja yang
Oom perintahkan. Sekali lagi rileks saja,
anggaplah kita sedang menjalani pengalaman
yang luar biasa.”
Banyak sekali sambutan pembukaan yang keluar
begitu saja dari mulutku, untuk meyakinkan
mereka dan agar nanti tidak kacau. Akhirnya
mereka menganggukkan kepala satu persatu
sebagai tanda setuju. Di wajah mereka mulai
muncul senyum-senyum kecil, tetapi jelas tak
bisa menyembunyikan rasa malunya. Wajah
mereka memerah kala aku mengucapkan kata-
kata yang berbau gituan.
Singkat kata kusuruh mereka semua berdiri
berhadapan, berpasangan. Nita memilih Indra
sebagai pasangannya, sedang Lusi dengan Ita.
Padahal batang kejantananku sudah gemetaran
ingin segera melabrak mereka, tetapi nalarku
yang melarangnya.
“Sekarang kalian coba saling membukakan baju
pasangan kalian sampai tinggal BH dan celana
dalam saja. Biar nanti sisanya Oom yang bukain.”
Mulanya mereka ragu bergerak, untunglah ada
Nita yang berpengalaman dan Ita yang agresif
sekaligus paling cantik dan menggiurkan. Ita
memang lebih menonjol dari semuanya,
badannya yang bagus tergambar dalam baju
tipisnya, hingga BH-nya menerawang
membentuk gundukan yang sempurna. Nita dan
Ita tampak tertawa kecil membuka kancing baju
temannya yang tak bisa mengelak lagi. Dan tentu
saja Indra membalas perbuatan Nita, demikian
pula Lusi. Wah, tak kusangka jadi meriah sekali
persis seperti lomba makan krupuk. Hatiku
bersorak girang melihat mereka saling berebut
melepas baju pasangannya. Sementara itu otakku
terus berputar mencari solusi terbaik untuk step
berikutnya, selalu saja setiap cara ada
kemungkinan terjadi penolakan. Sebaiknya harus
selembut mungkin tindakanku.
Pasangan Nita dan Indra kelihatan kompak,
hingga tak banyak waktu mereka berdua telah
telanjang, hanya BH dan celana dalam saja yang
menempel di badannya. Untuk Nita tak perlu
kuceritakan lagi, lagian para pembaca juga sudah
pernah ikut menikmati keindahan tubuhnya pada
episode yang lalu. Sedang Indra yang berbadan
putih mulus masih malu-malu saja, sambil
menutupi selangkangannya dengan tangan kanan
ikut menonton Ita dan Lusi yang belum selesai.
Sementara itu, Ita dan Lusi sampai bergulingan di
lantai. Kelihatannya Lusi menolak dibuka rok
bawahnya, tapi Ita tetap ngotot menelanjanginya.
Nita dan Indra turut tertawa menonton pergulatan
seru itu. Dan karena gemas melihat Ita kewalahan
atas pemberontakan Lusi, Nita dan Indra segera
bergerak membantu Ita dengan memegangi kaki
Lusi yang tengah menendang-nendang. Secepat
kilat Ita memelorotkan rok bawah Lusi sampai
terlepas.
“Heehhh.. kalian curanggg.. Nggak mau, Lusi
nggak mau sama kalian lagi..” Lusi berteriak
dengan sengit dan seperti mau menangis.
“Tenang Lusi, kita kan lagi bersenang-senang
sekarang, dan lagi kenapa kamu mesti seperti itu.
Bukankah kamu sendiri tadi sudah ikut setuju.
Dari tadi kan Oom nggak memaksa kamu. Yang
penting kita tidak akan menceritakan kejadian ini
pada siapa pun. Hanya kita-kita saja yang tahu.
Kalau kamu malu itu salah. Percaya deh sama
Oom.”
Untunglah saranku kelihatannya dapat diterima,
apalagi melihat Ita segera membuka bajunya
sendiri yang kusut sekali. Satu persatu kancing
bajunya dibuka, dan sekali melorot sekujur
keindahan tubuhnya terpampang. Tak kusangka
Ita terus melepas BH-nya, kemudian
membungkuk dan melepas celana dalamnya.
Seketika jantungku berhenti berdetak, seluruh
susunan syarafku mengeras, sampai dada ini
seperti mau meledak. Sebuah pemandangan
yang menakjubkan terpampang begitu saja di
depanku.
“Luar biasa.. Hebat.. Nah dengan begini berarti
Lusi nggak boleh ngambek lagi lho. Lihat Ita telah
membayar kontan. Yuk kalian semua sekarang
duduk lagi di ranjang sini.” Segera mereka sekali
lagi menuruti perintahku. Aneh memang, selama
ini aku nggak pernah kenal sama ilmu-ilmu gaib
seperti di Mak Lampir, tetapi kenyataannya kok
bisa mereka begitu saja patuh padaku.
“Nah sekarang kalian semua berbaring,” Mereka
patuh lagi. Dengan kaki terjuntai di lantai mereka
semua membaringkan tubuhnya.
“Sekarang kalian diam saja, Oom akan memberi
sesuatu pengalaman baru seperti yang kalian
tonton waktu Oom sama Nita. Kalian tinggal
menikmati saja sambil menutup mata kalian biar
lebih konsentrasi.” Sengaja aku menjatuhkan
pilihan pertama pada Lusi.
Perlahan-lahan kubuka celana dalamnya, kakinya
agak menegang. Sedikit demi sedikit terus kutarik
ke bawah. Segundukan daging mulai terlihat.
Detak jantungku kembali berdegup cepat. Dan
lepaslah celana dalamnya tanpa perlawanan lagi.
Gundukan bukit kecil yang bersih, dengan bulu-
bulu tipis yang mulai tumbuh di sekelilingnya,
tampak berkilatan di depanku. Sedikit kurentang
kedua kakinya hingga terlihat sebuah celah kecil di
balik bukit itu. Lalu dengan kedua jempol kubuka
sedikit celah itu hingga terlihat semua isinya. Aku
sampai menelan air liurku sendiri demi melihat
liang kewanitaan Lusi. Kudekatkan kepalaku agar
pemandangannya lebih jelas. Dan memang indah
sekali. Aku tak bisa menahan lagi, segera
kudekatkan mulutku dan kulumat dengan bibir
dan lidahku. Rakus sekali lidahku menjilati setiap
bagian liang kewanitaan Lusi, rasanya tak ingin
aku menyia-nyiakan kesempatan. Dan tiap lidahku
menekan keras ke bagian yang menonjol di
pangkal liang kewanitaannya, Lusi mendesis
kegelian. Kombinasi lidah dan bibir kubuat
harmonis sekali. Beberapa kali Lusi mengejangkan
kakinya. Aku tak peduli akan semerbak bau yang
khas memenuhi seputar mulutku. Malah
membuat lidahku bergerak makin gila.
Kutekankan lidahku ke lubang liang kewanitaan
Lusi yang sedikit terbuka. Rasanya ingin masuk
lebih dalam lagi tapi tak bisa, mungkin karena
kurang keras lidahku. Hal ini membuat Lusi
beberapa kali mengerang keenakan.
“Aduhhh.. Oommm.. enakkk sekali.. terusss
Oomm.. ohhh…” Mulut Lusi mendesis-desis
keenakan. Dan setiap lidahku menerjang liang
kewanitaannya, Lusi menghentakkan pinggulnya
ke atas, seakan ingin menenggelamkan lidahku ke
dalam liang kewanitaannya. Banyak sekali cairan
kental mengalir dari liang kewanitaannya, dan
seperti kelaparan aku menelan habis-habisan.
Persis seperti orang sedang berciuman, cuma
bedanya bibirku kali ini mengunyah bibir liang
kewanitaan Lusi hingga mulutku berlepotan
lendir.
Ita yang berbaring di sebelah Lusi tampak gelisah,
beberapa kali kulihat dia merapat-rapatkan
pahanya sendiri. Rupanya dia ikut hanyut melihat
permainanku. Diantara mereka berempat, dia
memang yang tercantik. Karena itulah mungkin
yang membuatnya sedikit genit, lebih matang,
dan lebih ‘berbulu’. Hebat nian, anak SMP liang
kewanitaannya sudah selebat itu. Sambil mulutku
bermain di liang kewanitaan Lusi, sedari tadi
mataku terus memperhatikan liang kewanitaan
Ita. Beberapa kali tanganku ingin meremasnya
tapi kuatir kelakuanku bisa mengecewakan Lusi.
Habis kalau dia ngambek bisa berantakan. Sebagai
kompensasinya tanganku meremasi kedua
payudara Lusi yang kecil dan nyaris rata dengan
dada. Putingnya yang lembut kugosok-gosok
dan kupencet.
“Lus, udah dulu yahh, nanti lain kali Oom lanjutin
lagi, yahh.” kataku sambil megecup bibirnya.
Yang diajak ngomong tidak menjawab, cuma
wajahnya jadi merah seperti kepiting rebus. Sekali
lagi kukecup di keningnya.
Segera aku bergeser ke sebelah dan langsung
menindih tubuh Ita. Ita yang cantik. Ita yang
seksi. Walau tengah terlentang, payudaranya
tetap tegak ke atas dan diperindah dengan puting
yang besar. Kudekatkan bibirku ke bibirnya,
langsung menghindar. Barangkali tak tahan
mencium aroma liang kewanitaan Lusi. Wajarlah,
memang mulutku seperti habis makan jengkol.
Segera kuturunkan mulutku ke lehernya,
kucumbui semesra mungkin. Ita kegelian. Lalu
turun lagi. Sambil kuremasi, payudaranya segera
masuk ke mulutku. Kuhisap dan kujilati
putingnya. Karuan saja Ita meronta-ronta. Entah
kegelian apa keenakan, aku tak peduli. Bergantian
kedua payudaranya kujilati semua
permukaannya. Nafsuku rasanya sudah di ujung
ubun-ubun. Batang kejantananku telah
mendongak perkasa sekali, beberapa kali
berdenyut minta perhatian. Kalau saja
memungkinkan ingin rasanya segera
kumasukkan ke liang kewanitaan Ita. Sekali lagi
nalarku terkontrol, karena memang aku sudah
berjanji pada mereka. Tidak ada liang kewanitaan
yang kumasuki batang kejantanan. Lagian
memang aku benar-benar ingin semuanya
berjalan mulus sesuai rencana. Coba kalau tiba-
tiba ada yang menangis karena menyesal
memberikan perawan mereka begitu saja
padaku. Nggaklah.
Kaki Ita kurenggangkan sedikit. Bukit
Berbunganya indah sekali. Yang namanya labia
mayora sebetulnya nggak karuan bentuknya tapi
selalu memancarkan keajaiban magnetis bagi
setiap pria yang memandangnya (tentu yang
normal atau paling tidak seperti aku). Barangkali
kalau aku yang bikin daftar keajaiban dunia, Labia
Mayora menempati urutan teratas. Siapa setuju
kirim email, nanti kubawa berkas dukungannya
ke Majelis liang kewanitaan Nasional.
Singkat kata segera mulutku kembali beroperasi di
wilayah ajaib itu. Pelan-pelan kutarik dengan
bibirku kedua labia mayora kepunyaan Ita secara
bergantian. Kemudian, lidahku mencongkel keras
ke pangkal pertemuan pasangan labia itu, dan
berputar-putar di tonjolan daging kecilnya yang
konon paling rawan sentuhan. Memang luar biasa
efek sampingnya, seketika sekujur tubuh Ita
bergoncang. Makin keras goncangannya, makin
gila pula lidahku berayun-ayun. Aroma yang khas
muncul lagi seiring mengalirnya lendir encer.
Harta terpendam inilah yang kucari. Lidahku terus
menyongsong ke dalam liang kewanitaan Ita.
Ita yang meronta-ronta menahan gejolak
penjarahan liang kewanitaannya, berinisiatif
mengambil bantal dan meletakkan di bawah
pantatnya. Aku sampai heran perawan kecil ini
kok sudah punya insting yang baik. Sambil kedua
kakinya nangkring di pundakku, Ita membiarkan
aku dengan leluasa menjelajahi seisi liang
kewanitaannya. Kali ini lidahku berhasil masuk
semua ke dalam liang kewanitaan, enak sekali.
Aku sudah tidak tahan lagi, segera tangan
kananku mengocok batang kejantananku sambil
segera berpindah ke sebelah lagi. Kali ini giliran
Indra yang kelihatannya berdebar-debar
menunggu giliran. Itu terlihat dari gerakan
matanya yang gelisah. Tanpa basa-basi lagi
kuraih sebuah bantal dan kuletakkan di bawah
pantatnya, dan kurentangkan kedua kakinya
menjepit badanku yang berlutut di lantai. Liang
kewanitaannya merekah persis di depan
hidungku. Sambil terus mengocok batang
kejantanan, segera lidahku menerobos ke lubang
senggamanya. Indra sempat berontak. Duilah aku
sampai kesurupan, lupa sama teman bermain
yang masih yunior. Oke, sofly and gently again
maunya.
Sambil menahan nafas yang sebetulnya sudah
ngos-ngosan (nggak sempat minum extra joss)
kucumbui liang kewanitaan Indra. Liang
kewanitaan yang satu ini agak gemuk dan
berbulu walau tak selebat milik Ita. Walau tak
seindah milik Ita, tapi tetap punya daya tarik
tersendiri. Belum lagi aromanya yang semerbak
harumnya. Tetap pelan-pelan, kutelusuri tiap
lekukan yang ada di liang kewanitaannya. Sedap
juga lho bermain slowly seperti ini. Klitorisnya
yang agak besar bergoyang mengikuti gerakan
lidahku. Entah kata-kata apa saja yang keluar dari
mulut Indra. Kurang jelas memang. Tapi kuyakini
itu suara erangan dan rintihan wanita yang
tengah enjoy dan penuh semangat. Membakar
semangatku pula dalam memacu tanganku pada
batang kejantanan sendiri. Kedengarannya tragis
sekali. Bak peribahasa orang kelaparan dalam
lumbung padi.
Pantat Indra yang padat dan besar membuat
lubang anusnya ikut terbuka waktu diganjal
bantal. Tanpa rasa jijik sedikitpun kujilat-jilat
anusnya. Indra makin mengaduh keenakan
apalagi kala lidahku mencoba menerobos masuk
ke anusnya. Indra pun menunjukkan kerja sama
yang baik dengan mengangkat pinggulnya. Aku
pun turut meningkatkan speed game-nya. Agak
capai juga berlutut terus, aku naik ke atas dan
menindih tubuh Indra. Kuciumi sekujur
payudaranya yang tak kalah kencang dengan
punya Ita. Dan walau kalah besar, keindahannya
susah untuk dinilai. Sambil menciumi
payudaranya, tanganku makin cepat mengocok
batang kejantanan sendiri. Akhirnya aku tak dapat
menahan lebih lama lagi, sekujur tubuhku tiba-
tiba menegang. Seiring dengan semburan keras
yang berapi-api di batang kejantananku, segera
aku melumat habis mulut Indra yang mungil.
Lidah Indra memberi sambutan hangat dengan
mengais-ngais lidahku.
Selepasnya kami bercengkarama, mereka semua
kecuali Anita akhirnya minta pamit setelah
sebelumnya mereka memakai pakaiannya
kembali. Setelah mereka pergi, saya melakukan
percintaan dengan Anita kembali hingga 1 jam
sebelum jam 6 karena Ibu Yuli akan pulang ke
rumah pada jam 6 tepat. Selesai kami bercinta,
saya berpura-pura mengerjakan antena parabola
itu sambil sekali-kali mengerlingkan mata kepada
Anita walaupun ibunya sedang mengerjakan
tugas kantor di sisinya.


Adult | GO HOME | Exit
1/1055
U-ON

inc Powered by Xtgem.com